Blogger templates

Senin, 21 Januari 2013


DPR Dorong MA Bersih-Bersih Hakim Nakal

 

JAKARTA - Kinerja Mahkamah Agung (MA) belakangan mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Pasalnya, lembaga yang seharusnya memberikan keadilan dalam pemberian vonis terhadap pelaku kejahatan itu akhir-akhir ini justru sering memberikan vonis ringan, misal terhadap pelaku kasus narkoba.

Bahkan beberapa waktu lalu MA juga memberikan vonis bebas terhadap pelaku penyelundupan terpidana penipuan dan penggelapan reekspor 30 kontainer isi BlackBerry dan minuman keras yang ditengarai menggunakan data palsu.

Terkait hal tersebut, anggota Komisi III DPR Indra menuturkan, pihaknya tengah mempersiapkan sebuah perubahan bagi MA dengan pemaksimalan Undang-Undang (UU) yang kini sedang dibahas di Komisi Hukum itu.

"Legislatif tidak bisa mencampuri yudikatif. Namun demikian saya mendorong agar revisi UU MA yang sedang dibahas Komisi III bisa mendorong ada perubahan dan perbaikan MA," kata Indra saat dihubungi Okezone di Jakarta, Senin (21/1/2013).

Perubahan dan perbaikan MA lewat revisi UU MA tersebut diharapkan dapat meminimalisir adanya praktek penyalahgunaan wewenang.

"Saya mendorong MA harus transparan dan akuntabel tentunya harapannya transparasi dan akuntabelitas tersebut bisa meminimalisir praktek-praktek mafia hukum di MA," sambungnya.

Meskipun demikian, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga mengharapkan dukungan penuh dari aparat penegak hukum lainya, seperti Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna melakukan bersih-bersih di lingkungan MA.

"KPK juga harus menjadikan prioritas penindakan dan pencegahan korupsi di sektor penegak hukum termasuk MA. Karena saya yakin pemalsuan putusan, pengaturan putusan, keterlibatan mafia hukum dalam putusan, dan lain-lain sangat erat kaitannya dengan praktek korupsi berupa gratifikasi dan atau suap," pungkasnya.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Majelis Peninjauan Kembali Mahkamah Agung membebaskan terpidana penipuan dan penggelapan reekspor 30 kontainer isi BlackBerry dan minuman keras ditengarai menggunakan data palsu.

Penggunaan data palsu sebagai novum (bukti baru) dan dasar  putusan Peninjauan Kembali Nomor 66 ini terungkap dari surat firma hukum Rajah & Tann LPP yang berkantor di Singapura. Sebagai kuasa hukum 16 perusahaan asal Singapura yang menggugat Mctrans Cargo, perusahaan milik Nurdian Cuaca di Pengadilan Tinggi Singapura, Rajah Tann menyebut putusan PK 66 mengandung sejumlah kejanggalan.

Sebanyak 16 perusahaan yang diwakili Antariksa Logistics, perusahaan milik Hari Mulya menggugat Mctrans Cargo, karena menahan 30 kontainer yang bukan miliknya. Dalam putusan, Pengadilan Tinggi Singapura memenangkan 16 perusahaan, dan menyebut Mctrans telah melakukan pencurian.

Dalam surat tertanggal, 26 Desember 2012 kepada Yusril Ihza Mahendra-- kuasa hukum Kim Sutandi, pelapor kasus Jonny Abbas-- yang salinannya diperoleh wartawan  Raja Tann menilai kesimpulan dalam PK 66 itu salah mengutip atau misinterpretasi  dari isi putusan Pengadilan Tinggi Singapura.

Menurut Rajah, para penggugat telah berhasil meyakinkan Ketua Majelis Hakim Belinda Ang Saw Ean, yang memutuskan McTrans mesti bertanggung jawab karena mengurus barang milik orang lain secara tidak benar. Dalam bahasa hukum Singapura, perbuatan itu sama dengan pencurian.

Tann menyorot langkah banding yang ditempuh McTrans ke Pengadilan Tertinggi Singapura. Pengadilan Tinggi Singapura juga telah menemukan hubungan antara Nurdian Cuaca, Jonny Abbas, Radius dan Fabian Tan, yang menjabat sebagai Direktur Penjualan McTrans. Menurut Tann, terungkap juga bahwa D’League, perusahaan milik Nurdian yang membayar $ Sin 15 ribu untuk pengacara McTrans. Dalam surat itu, Rajah & Tann menyebutkan empat poin kesalahan mengutip putusan Pengadilan Singapura oleh majelis hakim PK Mahkamah Agung.

Majelis PK Nomor 66 yang terdiri dari Djoko Sarwoko, Acmad Yamanie dan Andi Abu Ayyub Saleh mengeluarkan putusan pada 18 Oktober lalu. Djoko dan Yamanie memutuskan melepaskan Jonny dan Nurdian, sebaliknya Andi Abu tetap memutus Jonny bersalah.
 

Kontroversi juga terjadi dalam putusan terhadap narapidana narkotika Hillary K. Chimezie. Dalam putusannya, majelis hakim yang terdiri dari Imron Anwari (ketua majelis) serta Timur Manurung dan Suwardi sebagai anggota majelis membebaskan Hillary dari hukum mati dan hanya menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara.




Subscribe to Our Blog Updates!




Share this article!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML