DPR Dorong MA Bersih-Bersih Hakim Nakal
JAKARTA - Kinerja Mahkamah Agung (MA) belakangan
mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Pasalnya, lembaga yang
seharusnya memberikan keadilan dalam pemberian vonis terhadap pelaku
kejahatan itu akhir-akhir ini justru sering memberikan vonis ringan,
misal terhadap pelaku kasus narkoba.
Bahkan beberapa waktu lalu MA juga memberikan vonis bebas terhadap
pelaku penyelundupan terpidana penipuan dan penggelapan reekspor 30
kontainer isi BlackBerry dan minuman keras yang ditengarai menggunakan
data palsu.
Terkait hal tersebut, anggota Komisi III DPR Indra menuturkan, pihaknya
tengah mempersiapkan sebuah perubahan bagi MA dengan pemaksimalan
Undang-Undang (UU) yang kini sedang dibahas di Komisi Hukum itu.
"Legislatif tidak bisa mencampuri yudikatif. Namun demikian saya
mendorong agar revisi UU MA yang sedang dibahas Komisi III bisa
mendorong ada perubahan dan perbaikan MA," kata Indra saat dihubungi Okezone di Jakarta, Senin (21/1/2013).
Perubahan dan perbaikan MA lewat revisi UU MA tersebut diharapkan dapat meminimalisir adanya praktek penyalahgunaan wewenang.
"Saya mendorong MA harus transparan dan akuntabel tentunya harapannya
transparasi dan akuntabelitas tersebut bisa meminimalisir
praktek-praktek mafia hukum di MA," sambungnya.
Meskipun demikian, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga
mengharapkan dukungan penuh dari aparat penegak hukum lainya, seperti
Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna melakukan
bersih-bersih di lingkungan MA.
"KPK juga harus menjadikan prioritas penindakan dan pencegahan korupsi
di sektor penegak hukum termasuk MA. Karena saya yakin pemalsuan
putusan, pengaturan putusan, keterlibatan mafia hukum dalam putusan, dan
lain-lain sangat erat kaitannya dengan praktek korupsi berupa
gratifikasi dan atau suap," pungkasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Majelis Peninjauan Kembali Mahkamah
Agung membebaskan terpidana penipuan dan penggelapan reekspor 30
kontainer isi BlackBerry dan minuman keras ditengarai menggunakan data
palsu.
Penggunaan data palsu sebagai novum (bukti baru) dan dasar putusan
Peninjauan Kembali Nomor 66 ini terungkap dari surat firma hukum Rajah
& Tann LPP yang berkantor di Singapura. Sebagai kuasa hukum 16
perusahaan asal Singapura yang menggugat Mctrans Cargo, perusahaan milik
Nurdian Cuaca di Pengadilan Tinggi Singapura, Rajah Tann menyebut
putusan PK 66 mengandung sejumlah kejanggalan.
Sebanyak 16 perusahaan yang diwakili Antariksa Logistics, perusahaan
milik Hari Mulya menggugat Mctrans Cargo, karena menahan 30 kontainer
yang bukan miliknya. Dalam putusan, Pengadilan Tinggi Singapura
memenangkan 16 perusahaan, dan menyebut Mctrans telah melakukan
pencurian.
Dalam surat tertanggal, 26 Desember 2012 kepada Yusril Ihza Mahendra--
kuasa hukum Kim Sutandi, pelapor kasus Jonny Abbas-- yang salinannya
diperoleh wartawan Raja Tann menilai kesimpulan dalam PK 66 itu salah
mengutip atau misinterpretasi dari isi putusan Pengadilan Tinggi
Singapura.
Menurut Rajah, para penggugat telah berhasil meyakinkan Ketua Majelis
Hakim Belinda Ang Saw Ean, yang memutuskan McTrans mesti bertanggung
jawab karena mengurus barang milik orang lain secara tidak benar. Dalam
bahasa hukum Singapura, perbuatan itu sama dengan pencurian.
Tann menyorot langkah banding yang ditempuh McTrans ke Pengadilan
Tertinggi Singapura. Pengadilan Tinggi Singapura juga telah menemukan
hubungan antara Nurdian Cuaca, Jonny Abbas, Radius dan Fabian Tan, yang
menjabat sebagai Direktur Penjualan McTrans. Menurut Tann, terungkap
juga bahwa D’League, perusahaan milik Nurdian yang membayar $ Sin 15
ribu untuk pengacara McTrans. Dalam surat itu, Rajah & Tann
menyebutkan empat poin kesalahan mengutip putusan Pengadilan Singapura
oleh majelis hakim PK Mahkamah Agung.
Majelis PK Nomor 66 yang terdiri dari Djoko Sarwoko, Acmad Yamanie dan
Andi Abu Ayyub Saleh mengeluarkan putusan pada 18 Oktober lalu. Djoko
dan Yamanie memutuskan melepaskan Jonny dan Nurdian, sebaliknya Andi Abu
tetap memutus Jonny bersalah.
Kontroversi juga terjadi dalam putusan terhadap narapidana narkotika
Hillary K. Chimezie. Dalam putusannya, majelis hakim yang terdiri dari
Imron Anwari (ketua majelis) serta Timur Manurung dan Suwardi sebagai
anggota majelis membebaskan Hillary dari hukum mati dan hanya
menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara.
Share this article!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar